⚡ Pasal 163 Bis Kuhp
Halini juga sesuai dengan Pasal 137 Ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa ada perbedaan antara suatu geschrifte dengan suatu afbeelding atau antara suatu tulisan dengan suatu gambar. 77 Mahkamah Kosntitusi, "Pasal 134 KUHP, Tindak Pidana Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden" Jurnal Kostitusi 4, no. 1 (2007), h. 45
KUHAP(Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Pasal 161, Pasal 162, Pasal 163, Pasal 164 dan Pasal 165. Pasal 161. (1) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan
Pasal163. Leave a reply. (1) Hakim ketua sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa hadirnya terdakwa. (2) Dalam hal hakim mendengar keterangan saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim meminta terdakwa keluar ruang sidang dan pemeriksaan perkara tidak boleh diteruskan sebelum kepada terdakwa diberitahukan semua
Isipasal 338 jo 55 dan 56 KUHP. Berdasarkan keterangan Andi, Bharada E dikenakan Pasal 338 jo 55 dan 56 KUHP atas kasus kematian Brigadi J. "Pasal 338 jo 55 dan 56 KUHP. Jadi bukan bela diri," ujarnya, dikutip dari Adapun bunyi Pasal 338 jo 55 dan 56 KUHP tersebut yaitu: Pasal 55 (1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
KUHAPPasal 161, Pasal 162, Pasal 163, Pasal 164 dan Pasal 165. (1) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat
Pasal163 bis. Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam pasal 55 ke-2 berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, dan kejahatan itu atau percobaan untuk itu dapat dipidana tidak terjadi, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, tetapi dengan
Jikaketerangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita. acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan. mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acâra pemeriksaan sidang. Demikian isi dari Pasal 163 KUHAP diatas, semoga menjadi informasi bermanfaat bagi kita semua.
Pasal163 bisPasal 163 bis Menurut Pompe, Jonkers, Hazewinkel-Suringa:Menurut Pompe, Jonkers, Hazewinkel-Suringa: Pasal 163 bis berlaku juga pada doeplegen,Pasal 163 bis berlaku juga pada doeplegen, karena istilah yang digunakan dalam rumusankarena istilah yang digunakan dalam rumusan pasalnya bukanpasalnya bukan uitlokkenuitlokken tetapitetapi
Pasal164 KUHP. Barang siapa mengetahui ada sesuatu permufakatan untuk melakukan kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, 113, 115, 124, 187 atau 187 bis, sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan itu, dan dengan sengaja tidak segera memberitahukan tentang hal itu kepada pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan itu, dipidana jika
Pasal163, berbunyi : Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang. KUHAP PIDANA. Get link. Icons/ic_24_facebook_dark.
Pasal101 bis. (1) Yang dimaksud bangunan listrik yaitu bangunan-bangunan yang gunanya untuk membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau menyerahkan tenaga listrik; begitu pula alat-alat yang berhubungan dengan itu, yaitu alat-alat penjaga keselamatan, alat-alat pemasang, alat-alat pendukung, dan alat-alat peringatan.
UlasanLengkap. Dalam pasal 163 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003), diatur ketentuan mengenai pengakhiran hubungan kerja (PHK) - baik oleh pengusaha yang sudah tidak bersedia menerima pekerja/buruh, atau oleh pekerja/buruh ( karyawan) yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja - karena terjadinya corporate action
momej4. - Bunyi dan isi pasal 160 KUHP adalah tentang penghasutan. Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP merupakan induk peraturan hukum pidana positif yang digunakan untuk mengatur perbuatan pidana di Indonesia. Keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan ketertiban umum dapat terjaga melalui KUHP ini dengan sanksi di dalamnya sebagai bentuk penyelesaian perkara. KUHP sebenarnya bersumber dari hukum peninggalan kolonial Belanda yang disebut Wetboek van Strafrechtvoor Nederlandsch Indie WvSNI yang perdana diterapkan pada 1 Januari 1918. Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada 26 Februari 1946 dibuatlah UU No. 1 tahun 1946 yang menjadi dasar dari KUHP. Undang-undang tersebut berisi tentang penghapusan aturan kerja rodi dan perubahan denda dari mata uang gulden ke rupiah. Terdapat 3 buku terpisah di dalam KUHP. Buku 1 berisi tentang aturan umum pidana Pasal 1-103, buku 2 tentang pidana kejahatan Pasal 104-488 dan buku 3 mengenai pidana pelanggaran Pasal 489-569. Sistematika dari buku 1-3 KUHP dapat dilihat di sini. Isi Pasal 160 KUHP Penghasutan merupakan perbuatan yang dilarang di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Menghasut adalah sebuah usaha mendorong orang lain untuk melakukan tindakan tertentu sesuai keinginan penghasut. Perbuatan penghasutan ini bisa dilakukan secara lisan maupun tulisan dan dilakukan di tempat umum. Penghasutan ditujukan untuk melakukan tindakan pidana, melawan kekuasaan umum menggunakan kekerasan, tidak mentaati peraturan perundang-undangan dan perintah sah dalam undang-undang. Pasal 160 KUHP terdapat di dalam buku 2 KUHP pada Bab V yaitu mengenai Kejahatan terhadap Ketertiban Umum. Bunyi Pasal 160 KUHP itu berbunyi “Barangsiapa dimuka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut supaya melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan atau supaya jangan mau menurut peraturan undang undang atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. Dilansir laman Business Law BINUS University, pasal 160 KUHP bisa diterapkan apabila 1. Terdapat tindakan menghasut2. Penghasutan dilakukan secara sengaja3. Penghasutan dilakukan di muka umum4. Orang yang dihasut melakukan tindakan yang melawan hukum Dalam putusan Nomor 7/PUU-VII/2009, Mahkamah Konstitusi mengubah delik dalam Pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi delik materiil. Dimana dalam delik formil penghasut bisa langsung dikenai hukuman pidana meskipun tidak memberikan dampak atau akibat dari penghasutan yang dilakukan. Setelah keluarnya putusan MK tersebut, pasal 160 KUHP diubah menjadi delik materiil yang artinya penghasut baru bisa terkena hukum pidana ketika terdapat akibat dari penghasutan. Akibat penghasutan itu bisa berupa kerusuhan, kekacauan, kerusakan, luka, kematian atau perbuatan anarki dan terlarang lainnya. Perbuatan penghasutan sederhana tidak bisa terkena hukuman pidana, tetapi penghasut baru bisa dipidana apabila ia melakukan atau memberi dampak pada tindakan pidana lainnya dan memiliki hubungan antara hasutan dengan akibat perbuatan dari hasutan itu. Oleh karena itu, hubungan sebab-akibat wajib dibuktikan di pengadilan agar pelaku tindakan penghasutan dapat juga Isi Pasal 187 KUHP Tentang Kejahatan Membahayakan Keamanan Umum Isi Pasal 480 KUHP dan Bunyinya Soal Penadahan dan Hukumannya Isi Pasal 287 KUHP Tentang Perkosaan Anak di Bawah Umur - Pendidikan Kontributor Yasinta Arum RismawatiPenulis Yasinta Arum RismawatiEditor Yulaika Ramadhani
Penganjuran dalam Hukum Pidana UitlokkerPenganjur atau uitlokker merupakan orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana - sarana yang ditentukan oleh peraturan perundang - undangan untuk melakukan kejahatan. Sehingga dapat dikatakan penganjur atau uitlokker hampir sama dengan menyuruh lakukan doenpleger, hal mana pada penganjuran uitlokking ini ada usaha untuk menggerakkan orang lain sebagai pembuat materiil auctor physicus. Adapun perbedaan dari kedua hal tersebut adalah sebagai berikut Kalau penganjuran atau uitlokking menggerakkannya dengan sarana - sarana tertentu limitatif sedangkan orang yang menyuruh lakukan atau doenpleger sarana menggerakkannya tidak ditentukan tidak limitatif;Kalau penganjuran atau uitlokking pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan tidak merupakan manus ministra sedangkan orang yang menyuruh lakukan atau doenpleger, pembuat materiil tidak dapat dipertanggungjawabkan merupakan manus ministraSyarat penganjuran dalam Hukum Pidana UitlokkerAdapun syarat penganjuran atau uitlokker yang dapat dipidana adalah sebagai berikut Ada kesenjangan untuk menggerakkan orang lain melakukan perbuatan yang terlarang;Menggerakkannya dengan menggunakan upaya - upaya atau sarana - sarana seperti ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang - undangan bersifat limitatif;Putusan kehendak dari si pembuat materiil ditimbulkan karena hal - hal tersebut pada angka 1 dan 2 di atas, jadi dapat dikatakan terdapat psychise causaliteit;Si pembuat materiil tersebut melakukan tindak pidana yang dianjurkan atau percobaan melakukan tindak pidana; danPembuat materiil tersebut harus dipertanggungjawabkan dalam hukum 5 lima syarat yang disebutkan di atas, jelas bahwa syarat 1 dan 2 merupakan syarat yang harus ada pada si penganjur atau uitlokker sedangkan syarat 3, 4 dan 5 merupakan syarat yang melekat pada orang yang dianjurkan pembuat materiil. Adapun kemudian muncul pertanyaan mungkinkah ada penganjuran untuk melakukan delik culpa. Mengenai hal tersebut terdapat beberapa pendapat Pendapat pertama menyatakan "Tidak Mungkin"Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh van Hamel dengan mengemukakan alasan bahwa sifat khas dari uitlokking yakni membujuk terjadinya perbuatan dengan kedua menyatakan "Mungkin"Simmons menganggap bukannya mustahil dalam bentuk demikian seseorang dapat membujuk terjadinya sesuatu perbuatan dengan pengetahuan bahwa orang yang akan melakukan perbuatan itu dapat mengira - ngira kemungkinan terjadinya akibat yang tidak dikehendaki atau dapat mengirakan kemungkinan terjadinya akibat tersebut. Menurut Pompe orang nyata - nyata dapat sengaja menyuruh orang lain untuk melakukan delik culpa dalam arti orang itu sebagai pembujuk mempunyai kesengajaan untuk menggerakkan agar orang lain melakukan perbuatan yang ternyata suatu delik culpa dan inklusif di dalam perbuatan sengaja itu termasuk kealpaan dan pula dalam arti bahwa yang di bujuk dan pembujuk mempunyai kealpaan yang diisyaratkan oleh undang - undang misalnya seperti seorang pemilik mobil sengaja meminjamkan mobilnya untuk dipakai orang lain dengan mengetahui bahwa dengan pemberian pinjaman itu, orang lain tersebut akan mengendarainya. Jadi, pada pembujuk ada kesengajaan yang ditujukan untuk menggerakkan orang lain untuk menyupir. Kalau orang lain itu tidak dapat menyupir hal mana diketahui oleh pembujuk, maka jika pengendara tersebut melanggar seseorang yang mengakibatkan mati, maka ia dapat dikatakan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 359 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP sedangkan pemilik mobil dapat dikatakan melakukan pembujukan untuk terjadinya pelanggaran Pasal 359 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP.Sebagaimana penjelasan di atas kemudian menimbulkan kembali pertanyaan mungkinkah ada percobaan penganjuran uitlokker atau penganjuran yang gagal. Penganjuran yang gagal ini dapat terjadi dalam hal seseorang telah dengan sengaja menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu tindak pidana dengan menggunakan salah satu sarana dalam ketentuan Pasal 55 ayat 1 ke 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP, akan tetapi orang lain itu tidak mau melakukan atau mau melakukan tetapi tidak sampai dapat melaksanakan perbuatan yang dapat dipidana. Kemudian timbul masalah apakah terhadap percobaan untuk membujuk atau penganjuran yang gagal dapat dipidana, adapun mengenai hal ini sebelum adanya ketentuan Pasal 163 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP terdapat 2 dua pandangan atau pendapat yang berbeda, yaitu Pendapat pertama menyatakan bahwa penganjuran dipandang sebagai bentuk penyertaan yang bersifat accessoir tidak berdiri sendiri = onzelfstandig.Pandangan ini dianut oleh Hazewinkel Suringa, Simmons, van Hamel dan vos, hal mana menyatakan bahwa pengajuran itu ada apabila ada tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat materiil. Dalam hal ini si penganjur dipidana apabila orang yang dibujuk melakukan perbuatan yang dapat dipidana karena dalam percobaan untuk penganjuran ini, tindak pidana itu tidak terjadi maka si penganjur juga tidak dapat dipidana. Pendapat kedua menyatakan bahwa penganjuran dipandang sebagai bentuk penyertaan yang tidak accessoir berdiri sendiri = zelfstanding dan tidak bergantung pada yang lain. Pandangan ini dianut oleh Blok, Jonkers, Pompe dan van Hattum, hal mana menurut mereka ada atau tidaknya penganjuran tidak tergantung pada ada tidaknya atau terjadi atau tidaknya tindak pidana. Dalam hal ini si penganjur tetap dapat dipidana walaupun tindak pidana yang dianjurkan kepada si pelaku tidak terjadi sehingga menurut pandangan kedua ini percobaan untuk penganjuran tetap dapat uraian di atas sudah terlihat jelas bahwa menurut pendapat pertama accessoir, strafbaarheid sifat dapat dipidananya si penganjur digantungkan dari apa yang dilakukan oleh orang lain. Jadi sudut pandangnya tidak membedakan antara sifat tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana sehingga dapat dikatakan bahwa pendapat ini lebih mendekati pandangan dengan pandangan yang pertama di atas, dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP Jerman sebelum perubahan tahun 1943 dikenal dengan yang dinamakan extreme accessoiriteit yaitu bahwa untuk adanya bentuk - bentuk penyertaan harus ada yang bertanggung jawab sebagai Tater pelaku. Menurut Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP Jerman tersebut menentukan bahwa untuk dapat memidana seseorang peserta sebagai Mittater si turut serta melakukan / medepleger, pengajur / uitlokker, atau pembantu / medeplichtige, maka si pembuat materiil harus melakukan strafbare handlung yang diartikan bukan saja melakukan perbuatan yang dilarang atau diancam pidana, akan tetapi juga dapat dijatuhi pidana. Dengan demikian apabila si pembuat materiil tidak dapat dijatuhi pidana karena tidak ada kesalahan, maka tidak mungkin ada penyertaan. Pertanggungjawaban peserta tidak lagi digantungkan pada pertanggungjawaban si pelaku atau peserta lainnya, akan tetapi dipandang berdiri sendiri asal saja pelaku atau peserta lainnya itu telah melakukan sesuatu perbuatan yang accessoiriteit yang terbatas ini sesuai dengan pandangan dualistis yang dilihat dari 2 dua sudut pandang, yaitu Dari sudut perbuatanPada umumnya tiap - tiap peserta tidak berdiri sendiri - sendiri karena sifat melawan hukumnya perbuatan dari si pembuat atau si pembantu baru timbul jika perbuatan dari si pembuat atau si pembantu baru timbul jika perbuatannya dihubungkan dengan pelaku atau peserta sudut pertanggungjawaban tiap - tiap peserta dipertanggungjawabkan sendiri - sendiri menurut sikap batinnya masing - masing berhubungan dengan apa yang percobaan pengajuran atau penganjuran yang gagal ini sekarang sudah tidak menjadi persolan lagi setelah pada tahun 1925 S. 1925 No. 197 / jo. 273 ditambahkan ketentuan Pasal 163 bis ke dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP yang menyatakan bahwa Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam ketentuan Pasal 55 ke 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP, mencoba menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, diancam pidana penjara paling lama 6 enam tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah sekarang menjadi Rp. jika tidak mengakibatkan kejahatan atau percobaan kejahatan yang dipidana, akan tetapi dengan ketentuan bahwa sekali - kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat dari pada yang ditentukan terhadap percobaan kejahatan atau jika percobaan itu tidak dipidana tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat dari yang ditentukan terhadap kejahatan itu tersebut tidak berlaku jika tidak mengakibatkannya kejahatan atau percobaan kejahatan yang dipidana itu disebabkan karena kehendaknya pasal di atas mengancam pidana terhadap pembujukan yang gagal dan juga yang tidak menimbulkan akibat. Dengan demikian pasal ini menjadikan perbuatan pembujukan yang gagal sebagai delik yang berdiri sendiri delictum suigeneris. Delik ini merupakan delik formil yang artinya perumusannya dititikberatkan pada perbuatan si pembuat, jadi jika seseorang dengan salah satu sarana yang tersebut dalam ketentuan Pasal 55 ke 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP itu berusaha menggerakkan orang lain untuk melakukan kejahatan, maka ia sudah dapat dipidana. Alasan penghapus pidananya tercantum dalam ayat 2 sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Prof. Moelyatno yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 163 bis 2 merupakan alasan penghapus diperhatikan bahwa dalam ketentuan pasal 163 bis itu digunakan kata - kata “mencoba / berusaha menggerakkan orang lain untuk…”. Jadi dapat juga dikenakan kepada menyuruh lakukan doenplegen yang gagal, asal saja sarana yang dipakai oleh si pembuat termasuk salah satu sarana untuk pembujukan yang tersebut dalam ketentuan Pasal 55 ayat 1 ke 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP. Pertanggungjawaban si penganjurDalam ketentuan Pasal 55 ayat 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP dinyatakan bahwa penganjur dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang sengaja dianjurkannya beserta akibatnya misalnya seperti si X menganjurkan si Y untuk menganiaya si Z dan akibat penganiayaan itu si Z mati. Dalam hal ini pertanggungjawaban si X bukan terhadap perbuatan menganjurkan orang lain melakukan penganiayaan vide Pasal 55 jo. Pasal 351 KUHP, akan tetapi “menganjurkan orang lain melakukan penganiayaan yang berakibat mati” vide Pasal 55 jo. Pasal 351 ayat 3 KUHP.Bagaimanakah apabila si Y yang dianjuri langsung membunuh si Z. Adapun dalam hal ini matinya si Z tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada si X, jadi tidak dapat dituduh berdasarkan Pasal 55 jo. Pasal 338 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP karena pembunuhan itu bukan dimaksud disengaja oleh si X. Namun demikian, si X masih dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan Pasal 163 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP, yaitu pembujukan yang gagal untuk penganiayaan. Maksimum pidana yang dapat dikenakan adalah maksimum pidana untuk penganiayaan yang terbukti sengaja dianjurkan oleh si X, yaitu kalau penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 351 ayat 1 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP, maksimumnya 2 tahun 7 bulan dan kalau penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 352 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP maksimumnya 3 bulan dan kalau penganiayaan yang direncanakan sebagaimana diatur dalam ketentutan Pasal 351 ayat 1 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP maksimumnya 4 tahun penjara dan seterusnya. Jadi maksimumnya bukan 6 tahun vide Pasal 163 bis KUHP.Ketentuan pada Pasal 163 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP juga dapat dipertanggungjawabkan pada si X dalam hal si Y yang dianjuri tidak mau melaksanakan anjuran dari si X walaupun mungkin ia sudah menerima sesuatu pemberian atau hadiah dari si X. Jadi gagalnya pengajuran si X karena kehendak orang yang ditunjuk si Y. Apabila tidak terjadi atau gagalnya pengajuran si X itu karena kehendak si X sendiri, maka ketentuan yang diatur dalam Pasal 163 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP tidak dapat dikenakan pada apabila dalam melaksanakan anjuran si X untuk menganiaya si Z itu, si Y baru melaksanakannya sampai taraf percobaan penganiayaan. Ini berarti tidak terjadi percobaan kejahatan yang dipidana seperti disebutkan dalam ketentuan Pasal 163 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP. Kalau si X membujuk si Y untuk membunuh si Z dengan menggunakan pistol, akan tetapi karena “penyimpangan sasaran” aberretio ictus / afdwalirgsgevallen tembakan si Y mengenai si T, maka perbuatan si X tetap dapat disebut “membujuk untuk percobaan pembunuhan terhadap si Z” vide Pasal 55 jo. Pasal 53 jo. Pasal 338 KUHH. Bagaimanakah terhadap matinya T, apakah si X dapat dipertanggungjawabkan ?Ada pendapat bahwa dalam hal ini Si X tidak dapat dipertanggungjawabkan karena matinya si T bukan yang dikehendaki disengaja dianjurkan oleh si X, jadi karena tidak ada identitas kesamaan antara perbuatan yang dibujukkan dengan perbuatan yang benar - benar dilakukan. Pendapat ini menghendaki adanya hubungan langsung antara kesengajaan si pembujuk dengan terjadinya delik yang dilakukan oleh orang yang dibujuk. Jadi masalah pokoknya berkisar pada sampai seberapa jauh kesengajaan menurut ketentuan Pasal 55 ayat 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP itu dapat dipertanggungjawabkan kepada di pembujuk, apakah hanya bertanggung jawab terhadap kesengajaan dengan maksud yang langsung dituju atau meliputi juga seluruh corak pengertian sengaja yang dianjurkan dalam ketentuan Pasal 55 ayat 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP meliputi juga dolus eventualis yang dilakukan oleh pembuat materiil, maka dalam kasus diatas si X juga dapat dipertanggungjawabkan terhadap matinya si T apabila terbukti bahwa pada saat si Y pembuat materiil menembak si Z dapat dibayangkan kemungkinan tertembaknya orang lain yang berada di dekat si Z. Penetuan hal ini dilakukan secara normatif oleh penjelasan singkat mengenai penganjuran dalam hukum pidana yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Actions sur le document Article 163 Avant de faire parvenir les scellés aux experts, le juge d'instruction ou le magistrat désigné par la juridiction procède, s'il y a lieu, à leur inventaire dans les conditions prévues par l'article 97. Il énumère ces scellés dans un procès-verbal. Pour l'application de leur mission, les experts sont habilités à procéder à l'ouverture ou à la réouverture des scellés, et à confectionner de nouveaux scellés après avoir, le cas échéant, procédé au reconditionnement des objets qu'ils étaient chargés d'examiner ; dans ce cas, ils en font mention dans leur rapport, après avoir, s'il y a lieu, dressé inventaire des scellés ; les dispositions du quatrième alinéa de l'article 97 ne sont pas applicables. Dernière mise à jour 4/02/2012
pasal 163 bis kuhp